Mewakili Kota Solo dalam festival wayang remaja di Semarang, Kamis (18/10/2012), sanggar Surya Sumirat bakal membawakan pentas berjudul Nggeguru. Pentas Nggeguru bercerita tentang perjalanan Brotoseno yang berguru kepada Durna dan akhirnya mampu meraih cita-cita yang diinginkan karena selalu mengikuti petuah sang guru.
Promosi Dukung Perkembangan Industri Kreatif, BRI Gelar Kompetisi Creator Fest 2024
Sebanyak 17 penari yang berusia di bawah 16 tahun bakal dilibatkan dalam festival yang diikuti kota lain se-Jawa Tengah itu. Ditambah sekitar delapan pengrawit yang berusia remaja, Nggeguru bakal dimainkan sesuai dengan pakem pergelaran wayang bocah. “Tidak ditambah unsur modern. Aturannya dari Semarang begitu. Pakem dan usianya penari di bawah 16 tahun,” kata ketua Sanggar Surya Sumirat, Jonet sri Kuncoro saat berbincang dengan espos.id, seusai pementasan di Festival Wayang Bocah, di Gedung Wayang Orang Sriwedari, Solo, Kamis (27/9/2012).
Personel yang dibawa dalam pentas wayang remaja di Semarang, kata Jonet, lebih sedikit dibandingkan pentas sebenarnya yang dilakukan di Solo. Namun, ia mengaku penampilan mereka bakal maksimal. Pasalnya membawa nama baik Kota Solo yang memang sudah terkenal dengan budaya tradisi.
Penata musik pentas Nggeguru, Dedek Wahyudi, menambahkan musik yang diusung untuk mengiringi pentas wayang bocah Sanggar Surya Sumirat lebih menekankan pada musik tradisional. Pasalnya mereka terhambat oleh aturan perlombaan yang tak boleh disisipi musik modern atau kontemporer.
“Padahal biasanya kalau manggung saya selalu menyisipi saksopon atau bass dan seruling agar lebih bagus. Tapi kaliini harus memutar otak lebih karena dituntut bagus tapi dibatasi,” ucapnya saat berbincang dengan Esposin, Kamis.
Sementara, mengenai tembang yang mengiringi pementasan itu, ia memilih tembang-tembang Jawa sekarang agar lebih dimengerti kalangan anak-anak. “Kalau tembang lawas atau tembang bahasa jawa Alus atau Jawa lama, nanti banyak anak yang malah enggak mudeng,” tambahnya.