by Mahardini Nur Afifah Jibi Solopos - Espos.id Entertainment - Selasa, 10 September 2013 - 08:24 WIB
Busana karnaval dengan ekplorasi bahan alam dan batik masih menjadi magnet bagi dunia luar. Setelah sempat memukau publik Jerman dengan kreasi busana dari rotan, Mei lalu, komunitas Red Batik didaulat oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) untuk mewakili Indonesia di ajang pariwisata internasional, JATA Show Case di Tokyo, Jumat (13-15/9/2013).
Red Batik mengangkat bambu sebagai inspirasi kreasinya kali ini. Sama seperti konsep sebelumnya, komunitas yang menjadikan pasar tradisional sebagai laboratorium berkaryanya ini berusaha konsisten mengombinasikan material yang terdiri dari 75% barang-barang alami dan 25% batik. Red Batik menampilkan dua perancang sekaligus modelnya saat melawat ke Jepang nanti.
Evi Toviana menampikan busana yang mengeksplorasi bambu dengan inspirasi yang berasal dari kehidupan laut. “Nantinya saya membawa tiga busana ke Jepang. Yang utama menampilkan ekplorasi bambu, yang kedua membawa busana dari kulit kayu, dan yang terakhir dari mendong,” terang Evi kepada wartawan, selepas sesi pemotretan di sentra penjualan bambu Nayu, Nusukan, Banjarsari, Senin (9/9/2013) siang.
Untuk membuat ketiga busana kreasinya ini, Evi lulusan Akademi Farmasi Nasional Solo ini menghabiskan dana Rp1 juta. “Kira-kira habisnya sekitar Rp1juta untuk tiga baju. Saya menyiasati dengan penggunaan material yang harganya murah dan ada di pasar tradisional. Untuk biaya kostum karnaval, bisa dibilang ini cukup murah,” katanya.
Sementara, Bella Afridilla Devani, menampilkan tiga busana karnaval dengan garapan yang kurang lebih senada dengan Evi. “Baju yang pertama saya tampilkan konsepnya wayang. Saya menggunakan kulit kayu dan goni. Kalau busana utama tetap menampilkan material utama bambu. Busana ketiga saya terinspirasi dari batik yang dililit-lilit,” jelasnya.
Perempuan yang bergabung dengan Red Batik setahun yang lalu ini memiliki tantangan sendiri untuk memperagakan kreasinya di Jepang. “Saya harus negosiasi dengan pihak sekolah. Karena saat ini saya masih sekolah di SMA Batik 2 Solo. Untungnya sekolah baik-baik saja dan mengizinkan kegiatan saya ini,” tutur siswi Kelas XI IPS 4 SMA Batik 2 Solo ini.
Koordinator Red Batik, Heru Prasetya, mengatakan meskipun baru berusia dua tahun, sejumlah garapan desainer Red Batik sudah bisa menginspirasi gelaran karnaval di kota lain seperti Batang, Pekalongan, Tegal, Palu, dan Jakarta.
Pria yang kerap disapa Heru Mataya ini mengatakan ke depan pihaknya ingin lebih banyak mengeksplorasi motif batik sebagai ragam hias kostum karnavalnya. “Motif-motif batik banyak yang baru dimanfaatkan sebatas kain. Saat ini kami sedang mengembangkan motif tersebut sebagai sebagai aksesoris pendukung karya,” pungkasnya.