by Nurul Rismayanti Jibi Solopos - Espos.id Entertainment - Senin, 3 Maret 2014 - 22:45 WIB
Pementasan diawali dengan alunan musik flamenco (gaya musik dan tarian ala budaya Spanyol) disusul syair berbahasa latin yang dinyanyikan perempuan. Perempuan bergaun merah memasuki panggung terbuka dengan lantai terbuat dari balok kayu yang dijajar.
Di panggung, Retno pun mulai mengangkat lengannya. Sorot lampu kuning memantulkan gerak bayangan wanita itu ketika melengkungkan punggung di dinding. Alunan musik menjadi stimulan bagi Retno untuk melanjutkan geraknya yang sarat ekspresi tari kontemporer.
Retno lantas menatap ke depan, namun jarinya bergerak ke belakang seolah mencengkeram dinding. Mimik wajahnya berubah murung. Lalu kaki sang penari bergerak dengan ritmis, diikuti liukan tangan hingga punggungnya. Ia pejamkan mata, napasnya berdesah seiring dahinya yang berkerut. Sejenak musik berhenti. Ketika musik kembali mengalun, ia menari lagi memanfaatkan kain yang menjuntai dari gaunnya.
Selesai menari solo, Retno melanjutkan aksinya di panggung sisi selatan. Dengan latar belakang gedung tua dengan bangunan yang tidak lagi utuh, ia menari berpasangan dengan lelaki yang memakai setelan hitam. Lantunan musik dari flute mendominasi musik dalam penampilan duo penari itu. Emosi Retno terwakilkan dalam gerak yang energik dan dinamis. Permainan ekspresi wajah dan kontak mata penari yang selaras dengan musik menjadikan kolaborasi yang apik dalam pentas malam itu.
Bukan hanya tampil solo dan duo, pertunjukan berlanjut dengan tarian dengan konsep trio di panggung yang berbeda. Kali ini, Retno mengadopsi teknik permainan bola basket seperti passing dan dribling ke dalam gerakan tarinya. Tata lampu pun semakin variatif dengan warna kuning, biru, dan merah bergantian sehingga mendukung penguatan suasana. Selepas bermain dalam trio, Retno kemudian hadir membawakan tari dengan konsep quarto yakni dengan empat penari.
Kepada Esposin, seusai pementasan, Sabtu (1/3/2014), Retno menceritakan ada makna yang tersirat dalam setiap tariannya. “Tarian yang solo itu menggambarkan sosok perempuan masa kini yang kuat dan mandiri,” ungkapnya.
Selain itu, untuk menambah apik penampilannya, Retno sengaja menggunakan teknik teater. Bukan itu saja, dia juga mengolaborasikan pengalamannya sebagai atlet basket, atlet dansa latin Amerika, dan kemampuannya sebagai fashion designer dalam petunjukkan berdurasi 1 jam 8 menit tersebut. “Bola basket di lapangan, saya pindah ke panggung,” terangnya.
Melalui pertunjukannya kali ini, Retno ingin menyampaikan bahwa olahraga sejatinya bukan sekadar untuk raga, namun juga untuk jiwa. Dengan kata lain, dia berpendapat bermain dengan bola dalam tarian bisa menimbulkan kesenangan dalam jiwa.
Sementara itu, dalam pertunjukkan quarto, Retno mengeksplorasi teknik drapery. “Dengan teknik putar, bisa membuat kostum menjadi gerak,” tambah wanita berdarah campuran Jawa, Tionghoa, dan Belanda ini.