Kabar kudeta yang dilakukan warga Sadeng santer terdengar di Majapahit. Tribhuwana Tunggadewi yang baru memimpin Majapahit selama satu tahun meminta pertimbangan kepada para senopati dan patihnya untuk meredam gejolak tersebut. Saat dimintai pertimbangan Sang Ratu, Patih Aryo Tadah angkat bicara.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
“Hari ini saya dengar ada patih yang berkumpul di Sadeng. Sadeng berniat lepas dari Majapahit. Padahal kenyataannya, kondisi Majapahit saat ini lebih baik dibandingkan sebelumnya,” kata Aryo Tadah bijak.
Melihat situasi yang tidak menguntungkan, Tribuana Tunggadewi mengambil langkah tegas. “Tidak ada jalan lain. Kecuali kita harus mengirimkan pasukan untuk membasmi pemberontak Sadeng,” ujarnya.
Di antara nama-nama utusan yang diusulkan, muncullah nama Gajah Mada sebagai senopati yang dikirim untuk menumpas pemberontak di Sadeng. Namun usulan ini mengundang pro-kontra. “Para senopati, kalian jangan lupa siapa yang dulu pernah menyelamatkan Jayawijaya. Hanya Gajah Mada. Dulu Gajah Mada masih rendah pangkatnya. Tapi sejak dulu, dia tidak hanya menggunakan otot dalam merampungkan perkara,” ujar Aryo Tadah mengingatkan.
Ketoprak dengan lakon Gajah Mada yang dipentaskan di Pendapa Taman Budaya Surakarta, Selasa (23/10/2013) malam, ini mengangkat naskah yang ditulis S.T. Wiyono dan disutradarai Gigok Anuroro. Dari sekitar 35 orang pemeran dalam pementasan berdurasi dua jam ini, terdapat bintang tamu spesial, mulai pejabat legislatif, pengusaha, seniman, hingga akademisi. Sejumlah nama populer yang terlibat dalam pementasan ini antara lain Y.F. Sukasno, S.T. Sukirno, Baningsih Bradach Tedjokartono, Pelok Tresno Santoso, serta Achmad Dipoyono.
Nasionalisme
Meskipun terlihat gugup, Y.F. Sukasno yang berperan sebagai Aryo Tadah tampil tanpa baik saat melakoni adegan dalam bahasa Jawa ini. Ditemui wartawan sebelum pementasan, lelaki yang menjabat sebagai Ketua DPRD Solo ini mengaku tak mudah menjalani peran dalam pementasan ketoprak. “Walaupun bukan [pementasan] yang pertama, tapi memandu gerak dan naskah memang sulit. Ke depan kalau ada komunitas lain yang mengajak main lagi, saya bersedia,” katanya.
Pertunjukan yang puncaknya diwarnai peperangan antara Majapahit melawan Sadeng ini berakhir dengan tumbangnya kedua belah pihak. Tinggallah Gajah Mada yang tersisa dan mencetuskan lahirnya Sumpah Palapa.
Pemrakarsa kegiatan sekaligus penulis naskah ketoprak Gajah Mada, S.T. Wiyono, mengutarakan pementasan ini telah dipersiapkan selama 1,5 bulan. “Ketoprak ini melibatkan beberapa pihak mulai dari pejabat sampai seniman. Pengaturan jadwalnya agak sulit. Tapi mereka semua bisa tampil kompak dan cukup baik. Saya lihat mereka punya bakat,” terang S.T. Wiyono, kepada Esposin, Selasa (15/10/2013) siang.
Pemilihan naskah Gajah Mada yang ditulis sepuluh tahun lalu ini, lanjutnya, dipentaskan untuk meningkatkan nasionalisme. “Gajah Mada ini sosok yang mampu menyatukan Nusantara tanpa mau menjadi orang nomor satu. Sosok seperti ini langka di zaman sekarang. Harapannya bisa kembali meningkatkan nasionalisme penonton,” pungkasnya.