Sepasang penari tampak berjoget dengan lugas di Pendapa Institut Seni Indonesia (ISI) Solo, Minggu (8/4/2012) malam. Ditimpali iringan musik bambu, kedua penari terlihat larut dalam gerak tari penuh rayu. Nuansa magis pun terasa lewat gerak tari yang dinamis dan tak terduga.
Promosi Kisah Klaster Usaha Telur Asin Abinisa, Omzet Meningkat Berkat Pemberdayaan BRI
Di hari pertama Festival Seni Tayub Nusantara itu, kesenian lengger atau tayub dari Banyumas sukses menarik perhatian ratusan pengunjung Pendapa ISI. Membawakan gendhing Sekar Gadhung, lengger Banyumas membius penonton menuju dimensi sakral tari tayub.
“Sekar Gadhung itu gendhing yang diyakini memiliki kekuatan sakral. Gendhing ini selalu disajikan di awal pertunjukan lengger untuk mengundang roh lengger legendaris masa lalu,” ujar pimpinan kelompok lengger Pringsedapur, Darno Kartawi, saat dijumpai seusai pentas.
Layaknya pertunjukan lengger, salah seorang penari pun diambil dari kaum lelaki. Ia didandani layaknya perempuan. Mengenakan kebaya dan bergincu. Pertunjukan lengger Banyumas pun beralih ke gendhing Renggong Lor. Tanpa diduga, seniman tari Didik Nini Towok Gendhing muncul dalam gendhing yang berkisah tentang sosok lengger yang suka menggoda itu.
“Ini sebenarnya dadakan. Baru diajak Pak Darno saat seminar tayub di UNS kemarin,” ujar Didik sambil tersenyum.
Masih mengusung topeng-topeng yang menjadi ciri khasnya, Didik menyuguhkan tayub yang sesekali dibumbui tari jaipong. Tawa penonton sering pecah melihat mimik dan kelenturan gerak seniman asal Temanggung itu. Pertunjukan semakin berwarna kala Harmoko, inisiator Festival Tayub, ketiban sampur Didik. Sambil menahan tawa, Ketua Yayasan Kertagama ini ikut menari bersama.