by Mahardini Nur Afifah Jibi Solopos - Espos.id Entertainment - Selasa, 19 November 2013 - 02:34 WIB
Festival yang digelar selama tiga hari, Jumat-Minggu (15-17/11/2013) ini, tak hanya menjadi sarana unjuk kebolehan peserta menampilkan kemampuannya berkarya teater, melainkan juga menjadi ajang pelestarian bahasa Jawa di kalangan anak muda. Gelaran yang digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kota Solo bersama dengan Teater Akar Solo ini memberikan penghargaan kepada tiga penyaji terbaik (tanpa jenjang), pemeran putra terbaik, pemeran putri terbaik, penata artistik terbaik, penata musik terbaik, dan penyaji terfavorit. Kelompok teater berbahasa Jawa SMA/SMK asal Solo meraih enam dari depalan penghargaan yang diberikan.
Dewan juri yang terdiri dari ST. Wiyono (budayawan), Gigok Anurogo (teaterawan), dan Agus Prasetyo (akademisi dari Jogja), secara umum menilai kualitas penampilan peserta secara teknis dan kemampuan tidak berbeda jauh. Budayawan ST Wiyono melihat tema teater yang dipilih peserta cukup beragam mulai dari isu sosial, pendidikan, hingga politik.
“Saya lihat penampilan selama tiga hari ini beragam sekali, ada yang bergaya Srimulat, ada yang menggunakan efek filmis, tata artistik juga sudah ada kaidahnya. Ke depan semoga kuota pesertanya bisa ditambah,” katanya pada acara penutupan festival di Teater Arena TBS itu, Minggu malam.
Budayawan yang juga pemain ketoprak senior asal Solo ini memberikan apresiasi kepada generasi muda yang hingga saat ini masih mau menekuni teater dan bahasa Jawa. “Ini hal yang penting untuk kehidupan kita kelak. Bahasa Jawa ini nantinya bisa menjadi pembeda antara kita dengan bangsa lainnya di era iptek ini,” terangnya.
Berbeda dari ST Wiyono yang memberikan apresiasi, akademisi asal Jogja Agus Prasetyo, memberikan sejumlah catatan kepada peserta mengenai seni teater. Agus menilai secara keseluruhan peserta yang tampil pada gelaran selama tiga hari ini belum memiliki insting yang kuat saat menghadapi panggung arena.
“Peserta masih banyak menggunakan konsep panggung prosenium, bukan untuk panggung arena. Sehingga setting-nya belum tepat. Benda di atas pentas banyak yang tidak difungsikan. Simbol yang mendukung cerita belum menyampaikan inti komedi atau tragedi. Masih perlu belajar bersama,” imbuh Agus.
Disamping itu, Agus menyorot penggunaan bahasa Jawa yang digunakan sejumlah pemeran masih terlihat sekadar tempelan. “Penggunaan bahasa Jawa ini sudah bagus. Tapi banyak yang lafalnya belum tepat. Meskipun sudah ada yang tampil medok. Kelompok teater seharusnya juga punya gaya penampilan, di sini belum muncul,” pungkasnya.
Secara terpisah, Pembina Teater Prada (SMA Batik 1 Solo), Esti Suryani, mengatakan persiapan yang dilakukan kelompoknya hingga berhasil meraih penyaji terbaik dan pemeran putra terbaik dilakoni selama 2,5 bulan.
Pemenang Festival Teater Berbahasa 2013
Penyaji Terbaik (tanpa jenjang) | Teater Dong (SMAN 7 Solo) dengan lakon Sadumuk Bathuk Sanyari Bumi |
Teater 9 (SMKN 9 Solo) dengan lakon Sepasang Netra Kang Endah | |
Teater Prodo (SMA Batik 1 Solo) dengan lakon Kukut | |
Pemeran Putra Terbaik | Indra dari Teater Prodo (SMA Batik 1 Solo) |
Pemeran Putri Terbaik | Indah Mulyaningsih (SMKN 1 Demak) |
Penata Artistik Terbaik | Teater 9 (SMKN 9 Solo) |
Penata Musik Terbaik | Teater Nglilir (SMAN 1 Karanganyar) |
Penyaji Terfavorit Pilihan Penonton | Teater Dong (SMAN 7 Solo) |