hits
Langganan

FESTIVAL ANTIKORUPSI : Pentas Teater Gandrik , Ada Tangisan, Ambisi, dan Hancurnya Masa Kejayaan - Espos Indonesia dari Solo untuk Indonesia

by Arief Junianto Jibi Harian Jogja  - Espos.id Entertainment  -  Kamis, 12 Februari 2015 - 19:40 WIB

ESPOS.ID - Sejumlah pemain Teater Gandrik mementaskan lakon "Tangis" naskah karya ditulis oleh (Alm) Heru Kesawa Murti yang dikembangkan oleh Agus Noor di Taman Budaya Yogyakarta (TBY), Yogyakarta, Rabu (11/02/2015) malam. Kisah berlatar belakang perusahaan batik itu mengemas tema aktual politik dan hukum yang berkembang saaat ini. Tangis juga akan dipentaskan selama dua hari (Rabu-Kamis, 11-12 Februari 2015) dan di Graha Bakti Budaya Taman Ismail Marzuki Jakarta, 20-21 Februari 2015. (JIBI/Harian Jogja/Desi Suryanto)

Festival antikorupsi yakni keberhasilan pentas teater Gandrik tengah menjadi perbincangan hangat.

Harianregional.com, JOGJA-Air mata adalah senjata. Kalimat itulah yang menjadi kesimpulan dari pentas Teater Gandrik berjudul 'Tangis' kali ini. Bagaimanakan jalannya pentas itu?

Advertisement

"Tong dudu blek dudu tong dudu mbul drum". Sebuah kalimat yang diteriakkan 9 orang yang berperan sebagai buruh pabrik batik. Dengan tangan terkepal dan lampu panggung yang redup menyorot, mereka menyanyikan mars buruh pabrik yang mengambarkan betapa masih tercekiknya nasib mereka. Sebuah kursi panjang menjadi pusat sorot lampu di tengah panggung Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, Selasa (11/2/2015) malam. Di sekelilingnya, dua buah kursi, jemuran kain, dua buah meja, dan sebuah properti menyerupai pintu berkelambu.

Di tengah panggung, teronggok beberapa piranti yang menjadi bekas aset sebuah pabrik batik yang sudah mangkrak selama lebih dari 17 tahun. Tokoh Dalang yang diperankan Susilo Nugroho muncul membuka pentas. Dengan gayanya yang spontan dan mengundang tawa membuat pembukaan pentas itu menjadi lebih segar.Ia bercerita panjang lebar tentang asal mula piranti itu. Ketika piranti itu masih dipakai oleh pabrik milik Juragan Abiyoso yang diperankan oleh Butet Kertaradjasa.

Tak lama, muncul tokoh Sumir, atau yang dalam pentas itu disebut Hantu Sumir yang diperankan oleh Sepnu Heryanto. Munculnya tokoh Sumir itu diiringi oleh lantunan suara seruling yang memunculkan nuansa mistis di atas panggung. Pentas itu memang berkisah tentang runtuhnya kejayaan perusahaan batik Abiyoso. Tokoh Sumir, atau yang dalam pentas kerap disebut Hantu Sumir seolah menjadi sosok misterius yang menghantui setiap denyut perusahaan Batik Abiyoso.

Advertisement

Ia yang bukan siapa-siapa mendadak meroket nama dan karirnya. Akan tetapi semua itu kembali mendadak lenyap sejak ia memimpin demo buruh batik. Sementara kondisi perusahaan Batik Abiyoso kian anjlok. Semakin banyaknya pengemplang dari kalangan pemesan yang tak lain adalah kepanjangan tangan partai dan korupsi di pemerintahan membuat perusahaan Batik Abiyoso kian terpuruk.

Ditemukannya Pak Muspro yang meninggal karena gantung diri memang menjadi penceriteraaan pentas karya Agus Noor yang diadaptasi dari 2 naskah karya sutradara senior Teater Gandrik (Alm) Heru Kastawa Murti yang berjudul Tangis dan Juragan. Abiyoso tersebut.

Peristiwa itulah yang kemudian membuat cerita kebusukan dan rahasia perusahaan perlahan terkuak. Belum lagi sikap Pangajap, anak Juragan Abiyoso yang diperankan oleh Very Ludiyanto, yang hobinya suka hura-hura seolah tak peduli dengan apa yang menimpa perusahaan keluarganya. Dia hanya tahu bahwa dirinyalah yang berhak untuk mendapatkan jabatan yang kosong sepeninggal Pak Muspro. Demi ambisinya itu, ia rela membunuh harga dirinya dengan menangis hanya untuk meraih simpatik Juragan Abiyoso, agar menyerahkan jabatan itu kepadanya.

Advertisement

Namun sebelum ambisinya itu terwujud, Juragan Abiyoso meninggal dalam balutan rasa kecewa dan ketakutan akan masa lalunya yang kelam. Juragan Abiyoso memiliki masa lalu yang kelam ketika masih menyandang status sebagai pejuang revolusi. Kematian Juragan Abiyoso itu kian mengisruhkan suasana. Istri Abiyoso yang diperankan oleh Rully Isfihana pun menjadi gila dan Pangajab dinyatakan bersalah oleh hukum atas kematian kawan persengkokolannya.

Ketika itulah perusahaan batik Abiyoso yang tersohor itu pun ambruk dan tinggal nama. Nyaris tak ada yang tersisa. Hanya tangislah yang ada. Saat inilah kembali muncul tokoh Sumir. Di penghujung pentas ini, Sumir muncul dengan adegan menangis. Tangisnya itu lantaran ia baru menyadari bahwa Pak Dulang, ayah angkatnya ternyata menanamkan benih dendam kepada Juragan Abiyoso sejak lama.

Advertisement
Mediani Dyah Natalia - Jurnalis Solopos Media Group, menulis konten di media cetak dan media online.
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif