Esposin, JAKARTA -- Penari sekaligus koreografer, Fajar Satriadi, 49, bakal menggelar pentas khusus di Inggris. Ia mendapat undangan kehormatan untuk tampil dalam Indonesia’s Regal Heritage akhir Maret 2017 nanti di hadapan keluarga Kerajaan Inggris.
Promosi Berbagai Program BRI untuk Mendukung Net Zero Emission di 2050
Sebelumnya pada pertengahan Maret lalu, laki-laki kelahiran Jakarta, 16 Oktober 1968 ini telah ikut serta memeriahkan perayaan 41 tahun Padnecwara di Taman Ismail Marzuki (TMII) Jakarta.
Dalam rilis yang diterima, Minggu (19/3/2017), Fajar akan menampilkan pentas kolaborasi seni tari dan wayang yang dimulai dari pertunjukan wayang beber kemudian lanjutkan dengan tari topeng.
Selama menari, ia bakal mengaplikasikan beberapa teknik penggunaan topeng yang mewakili berbagai jenis tari topeng Indonesia, seperti topeng Bali dan Yogyakarta yang cara memakainya dengan diikat tali, dan topeng Jawa yang memasangnya dengan digigit.
“Saya juga ingin berbagi keunikan daripada topeng yang dimiliki Indonesia. Hanya di Jawa topeng yang digigit. Ini unik sekali dan mungkin di dunia hanya satu-satunya. Menjadi sulit ketika topeng digigit sembari bernapas dan menari," kata lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Solo itu.
"Ketika di Thailand, orang di sana kaget bagaimana topeng itu selesai nembang bisa langsung nempel di muka, karena dia tidak memiliki teknik menggigit itu, itu yang saya pikir uniknya Indonesia,” tambah Fajar Satriadi.
Setelah memenuhi undangan dari Keluarga Inggris, pemeran R.M. Said dalam drama kolosal Matah Ati ini berharap Indonesia semakin dikenal mengalahkan negara-negara tetangga seperti Malaysia yang menurutnya lebih dulu populer.
Lebih lanjut, peraih Hennessy Award 2015 kategori koreografi ini mengatakan butuh kesadaran bersama untuk mempresentasikan kesenian Indonesia di mata dunia. Salah satunya mengajak kaum muda mencintai budaya dan seni tradisi.
“Pemerintah juga harus turun tangan untuk belajar bersama agar generasi muda turut mencintai tradisi yang mereka punya. Akan bahaya jika budayanya tidak dikenal, tidak mengenal dirinya dan akhirnya tubuhnya migrasi ke kebudayaan Eropa,” kata Fajar.