Mantan vokalis Dewa19 tersebut mengatakan saat ini kebanyakan musisi mempertahankan eksistensi mereka lewat penampilan off air. Ari Lasso menilai penjualan fisik album dewasa ini sudah tidak relevan lagi. “Perusahaan segede Aquarius saja bisa gulung tikar. Realistis saja ya, kalau sekarang bikin album, sudah enggak ada yang beli. Strateginya harus diubah,” jelasnya.
Promosi 3 Tahun Holding UMi BRI, Layani 176 Juta Nasabah Simpanan dan 36,1 Juta Debitur
Menurut lelaki kelahiran Madiun ini biasanya dalam satu album terdapat satu atau dua lagu andalan. “Jadi daripada rilis album sekaligus yang belum tentu direspons bagus, mending kita rilis single per single. Sekarang ini kan sudah zaman digital, biasa juga ketika kita rilis per single. Setelah terkumpul 10 single, baru kita kemas dalam bentuk album,” bebernya.
Musisi yang tengah mempersiapkan peluncuran single teranyarnya awal 2014 mendatang ini juga menyesalkan minimnya jaringan distribusi album-album yang dinilai bukan masterpiece. “Kebanyakan sekarang ini toko kaset cuma ada di mal. Hanya satu dua yang toko kaset yang masih bertahan dan menerima setoran album kami. Sementara toko kaset kebanyakan yang di mal itu, koleksinya terbatas sekali. Jarang mau menerima album dari kami,” keluhnya.
Ari Lasso mengaku dirinya terakhir merilis album pada 2007 lalu melalui label Aquarius Musikindo. Namus selepas itu, dirinya mengaku kapok merilis album dan memilih jalur merilis single.
“Terakhir rilis full 2007. Susah soalnya. Kasus di Indonesia rasanya merasa agak sia-sia buat merilis album full. Sekarang ini orang bisa punya lagu dengan cara apapun,” ujarnya.
Selain mengandalkan penjualan single lagu secara online, Ari Lasso selama satu tahun belakangan ini juga merasa nyaman menjual albumnya melalui salah satu restoran cepat saji. “Yang utama karena mereka penetrasi pasarnya luas. Di Indonesia ada sekitar 500 outlet. Untuk promosi dan pemasaran kita enggak perlu repot. Mungkin ke depan akan kerja sama lagi,” pungkasnya.