by Astrid Prihatini Wd Newswire - Espos.id Entertainment - Rabu, 29 September 2021 - 21:30 WIB
Esposin, SOLO-Ada sejumlah fakta menarik di balik proses produksi film Penumpasan Pengkhianatan G30S/PKI (yang sering hanya disingkat menjadi Pengkhianatan G30S/PKI) karya Arifin C. Noer. Film yang berdurasi 4 jam dan 30 menit ini pernah jadi tontonan wajib setiap 30 September di masa Orde Baru.
Fakta pertama dari film Pengkhianatan G30S/PKI adalah sempat berganti judul. Mengutip laman unkris.ac.id, awalnya sinema berlatar kisah sejarah ini hendak diberi judul Sejarah Orde Baru.
Istri mendiang Arifin C. Noer, Jajang C. Noer, yang kala itu menjabat pencatat adegan selama syuting film Pengkhianatan G30S/PKI, mengungkapkan sejumlah fakta lainnya. Berikut ini ulasannya seperti dikutip dari Liputan6.com, Rabu (29/9/2021):
Baca Juga: 4 Tanda Anda Tidak Bahagia Dilihat dari Sisi Psikologis
“Memang dua kandidat dan Arifin yang terpilih. Saya kurang paham pertimbangannya apa saja mengingat keduanya sineas besar. Syuting film ini selama 1,5 tahun. Lama sekali, persiapannya sekitar dua bulan,” Jajang mengenang.
“Ayahnya berdoa [kalau tidak salah] lalu dihajar dengan popor. Dibawa dari rumah lalu darahnya tercecer di lantai. Lalu ia membasuh mukanya dengan itu [darah] karena tak sempat bertemu ayahnya untuk kali terakhir,” Jajang mengulas.
Baca Juga: Wah Seram! Boneka Raksasa di Squid Game Benaran Ada di Dunia Nyata
“Suasana syuting tidak mencekam. Yang bikin film ini terasa mencekam salah satunya tata musik oleh Embie C. Noer, yang menghanyutkan emosi penonton,” beber Jajang C. Noer saat diwawancara via telepon, Selasa (29/9/2020).
Baca Juga: 10 Rekomendasi Film dan Serial yang Mirip Squid Game
“Menurut skedul syuting [adegan penculikan] jatuh pada malam Jumat. Kami syuting dari siang tapi adegan itu diambilnya pas Kamis malam. Kami menyadarinya setelah syuting penculikan di dua rumah Jenderal,” kenangnya.
“Adegan direkam dengan pita seluloid. Kala itu, kan belum format digital seperti sekarang. Habis syuting masih ada proses panjang mencuci pita, upgrade warna, dan menata suara. Itu mahal karena dilakukan di Jepang,” kata Jajang.